Bismillah…
Hari ‘Asyura di depan mata. Siapkan ilmu untuk
mengahadapinya. Jadilah Anda seorang muslim pejuang sunnah
an-nabawiyah. Selamat menyimak, semoga Allah mudahkan kita tuk
mengamalkannya…
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[Di
dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi
-rahimahullah- membawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa
sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa hari Asyura / Asyuro (10
Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram)]
Hadits yang Pertama
عن
ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-, “Bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk
berpuasa padanya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits yang Kedua
عن
أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية))
رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari
‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu
tahun yang lalu”. (HR. Muslim)
Hadits yang Ketiga
وعن
ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ
مُسلِمٌ.
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- beliau berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku
sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan”
(HR. Muslim)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya
tentang puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa
setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah
(yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya –pent).
Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10
Muharram) disertai dengan (sebelumnya, ed.) Tasu’a (9 Muharram). Hal
ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila
(usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang
kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.
Penjelasan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari
sebelum maupun setelah ‘Asyura[1] dalam rangka menyelisihi orang-orang
Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari di mana
Allah selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para
pengikutnya. Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut
sebagai syukur mereka kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut.
Allah telah memenangkan tentara-tentaranya dan mengalahkan
tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa dan kaumnya serta
membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan nikmat yang
besar.
Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyura [2]. Beliau pun bertanya kepada mereka
tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari
ini adalah hari di mana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya,
serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa
sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.
Kenapa
Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang
bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para
nabi yang terdahulu. Allah berfirman,
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ
بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ
آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang
yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya
dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan
Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)
Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling
berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut,
dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad.
Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan
memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Beliau
juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada
hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas
beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (’Asyura), atau
ketiga-tiganya. [3]
Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul
Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi
menjadi tiga keadaan:
1. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.
2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama. [4]
3.
Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi
Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak
menganggapnya makhruh). [5]
Wallahu a’lam bish shawab.
(Sumber:
Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir, diterjemahkan Abu Umar Urwah
Al-Bankawy, muraja’ah dan catatan kaki: Al-Ustadz Abu Abdillah
Muhammad Rifai)
CATATAN KAKI:
[1]
Adapun hadits yang menyebutkan perintah untuk berpuasa setelahnya (11
Asyura’) adalah dha’if (lemah). Hadits tersebut berbunyi:
صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما و بعده يوما . -
“Puasalah
kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka)
puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya. (HR. Ahmad dan Al
Baihaqy. Didhaifkan oleh As Syaikh Al-Albany di Dha’iful Jami’ hadits
no. 3506)
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di
Silsilah Ad Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan
sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisihi
hadits Ibnu Abbas yang shahih dengan lafadz:
“لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع” .
“Jika aku hidup sampai tahun depan tentu aku akan puasa hari kesembilan”
Lihat
juga kitab Zaadul Ma’ad 2/66 cet. Muassasah Ar-Risalah Th. 1423 H.
dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdul Qadir Al Arna’uth.
لئن بقيت لآمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده . يوم عاشوراء) .-
“Kalau
aku masih hidup niscaya aku perintahkan puasa sehari sebelumnya (hari
Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany
di As-Silsilah Ad-Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Ini
adalah hadits mungkar dengan lafadz lengkap tersebut.))
[2]
Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada
umat terdahulu pun menggunakan bulan-bulan qamariyyah (Muharram s/d
Dzulhijjah, Pent.) bukan dengan bulan-bulan ala Eropa (Jan s/d Des).
Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa hari ke
sepuluh dari Muharram adalah hari di mana Allah membinasakan Fir’aun
dan pengikutnya dan menyelamatkan Musa dan pengikutnya. (Syarhul
Mumthi’ VI.)
[3] Untuk puasa di hari kesebelas haditsnya
adalah dha’if (lihat no. 1) maka – Wallaahu a’lam – cukup puasa hari
ke 9 bersama hari ke 10 (ini yang afdhal) atau ke 10 saja.
Asy-Syaikh
Salim Bin Ied Al Hilaly mengatakan bahwa, “Sebagian ahlu ilmu
berpendapat bahwa menyelisihi orang Yahudi terjadi dengan puasa
sebelumnya atau sesudahnya. Mereka berdalil dengan hadits yang
diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam,
صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما أو بعده يوما .
“Puasalah
kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi padanya (maka)
puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”.
Ini adalah
pendapat yang lemah, karena bersandar dengan hadits yang lemah tersebut
yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia adalah jelek
hafalannya.” (Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385. cet.
IV. Th. 1423 H Dar Ibnu Jauzi)
[4] (lihat no. 3)
[5] Asy-Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,
والراجح أنه لا يكره إفراد عاشوراء.
Dan yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa ‘Asyura saja. (Syarhul Mumthi’ VI)
Wallaahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar