Seiring bertambahnya usia, si anak pun merasa sudah waktunya untuk mencari pasangan hidup. Ibunya yang kini mulai tua-pun merestui niat anaknya tersebut untuk menikah.
Sebulan kemudian anaknya melangsungkan pernikahan, si anak mendapatkan jodoh seorang wanita cantik dari keluarga yang mapan dan bersahaja.
Setelah menikah, sudah menjadi tradisi di daerah tersebut bahwa istri harus tinggal di rumah suaminya. Maka kini dirumah si anak tinggal-lah dia, si Ibu, dan istrinya.
Bulan demi bulan pun berlalu. Kondisi si Ibu kini mulai rapuh dan sakit-sakitan. Karena khawatir akan kesehatan Ibunya, si anak memeriksakanya ke dokter, dan ternyata si Ibu yang sudah renta itu kini mengidap penyakit paru yang parah.
Si isteri yang mengetahui hal ini mulai khawatir dan merasa jijik akan keberadaan Ibu mertuanya tersebut. Apalagi si isteri sedang mengandung anak pertama. Kekhawatiran ini ternyata juga dirasakan oleh si anak. Karena merasa terganggu dengan kondisi si Ibu yang sering batuk-batuk, muntah darah, menumpahkan makanan ataupun minuman, dan sering mengompol, akhirnya si anak dan isterinya pun berembuk dan mereka sepakat untuk meninggalkan si Ibu di gunung, seperti adat setempat yang biasa meninggalkan orang tua yang sudah renta dan menyusahkan di atas gunung di daerah tersebut dengan harapan tidak merepotkan keluarganya lagi.
Hingga tiba pada hari yang telah ditentukan, saat itu hari masih pagi, matahari baru saja bersinar di ufuk timur. Si Ibu yang tua renta dan sakit-sakitan ini sedang sibuk memetiki bunga mawar yang ditanam oleh si isteri di kebun belakang rumah. Si anak menghampiri si Ibu sambil berkata “Ibu, ayo kita pergi jalan-jalan”
Si Ibu pun bertanya “tidakkah ini terlalu pagi, Nak? Bagaimana dengan isterimu yang sebentar lagi akan melahirkan?”
“tidak apa-apa Bu, ada bibi yang akan menjaga menantumu”
“baiklah kalau begitu, Nak” ujar si Ibu menuruti.
Perjalanan pun dimulai. Tidak banyak pembicaraan antar Ibu dan anaknya kali ini, hanya saja sepanjang perjalanan si Ibu sibuk meletakkan bunga mawar –yang ia petik dikebun belakang rumahnya – ditengah jalan yang ia dan anaknya lewati.
Si anak pun bertanya “untuk apa mawar-mawar itu Ibu?”
Si Ibu tidak menjawab, ia hanya tersenyum.
Melihat hal itu si anak tidak menghiraukan dan terus melanjutkan perjalanan.
Kini perjalanan mulai menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan yang lebat dan sedikit gelap karena kabut dan rimbunnya pepohonan disana.
Sudah hampir 2 jam mereka berjalan menaiki gunung, sesekali si Ibu bertanya, dan sesekali juga si anak yang bertanya. Tidak banyak yang mereka bicarakan.
Akhirnya mereka tiba di satu tempat yang datar, tepat di bawah pohon rindang yang berakar besar. Si Ibu yang kelelahan akhirnya duduk di akar tersebut, kemudian tertidur. Melihat hal ini si anak mulai bimbang akan niatnya, yaitu meninggalkan Ibunya di gunung ini. Tapi ia juga teringat bahwa isterinya sebentar lagi akan melahirkan anak pertamanya, jadi tanpa ragu ia tinggalkan ibunya tertidur pulas di atas akar pohon rindang tersebut.
Begitu mulai menuruni bukit, si anak merasa bingung untuk menentukan arah pulang kerumah karena lebatnya hutan di kaki gunung tersebut. Tapi kemudian ia melihat mawar yang ada di sepanjang jalan. Ia ingat, Ibunya meninggalkan mawar-mawar sepanjang perjalanan mendaki tadi, ternyata tujuanya adalah untuk membantu anaknya mengingat arah pulang. Si anak mulai merasa menyesal. Tapi dia terus mengikuti jejak-jejak mawar tersebut menuruni gunung.
2 jam sudah, sama seperti waktu ketika ia mendaki bersama Ibunya, ia tiba di rumah. Ketika tiba di halaman rumahnya, ia mendengar isterinya berteriak kesakitan karena akan melahirkan. Langsung terbesit dalam benak si anak “apakah begini kondisi Ibu-ku saat melahirkan aku?”
Rasa penyesalan mulai menderu hati si anak. Langsung ia berlari kedalam rumah, kemudian ia masuk ke kamar Ibunya, tempat dimana ia selalu dipeluk penuh sayang oleh Ibunya saat dia masih kecil. Tapi dia hanya mendapati kasur berseprai rapih, tanpa ada Ibunya yang biasa ia jumpai berbaring atau duduk di atasnya. Ada secarik kertas di atas kasur berseprai rapih itu, “apa isinya?” ia bertanya-tanya sambil bergegas membukanya. Isi secarik kertas itu adalah tulisan kusut yang ditulis oleh seorang Ibu renta yang tangannya gemetar, yang 2 jam lalu ia tinggalkan di hutan. Bunyinya :
Anakku sayang, Ibu mengerti kau dan isterimu tidak akan menyukai keadaan Ibu yang sakit-sakitan dan renta ini. Jadi Ibu ikhlas akan meninggalkan kalian ke atas gunung. Tolong sampaikan maaf Ibumu ini karena telah memtik mawar-mawar yang isterimu tanam dihalaman. Itu semua Ibu lakukan karena Ibu tau, kau akan kesulitan mencari jalan pulang. Apalagi sebentar lagi cucu Ibu, anakmu yang pertama, akan lahir. Ibu turut berbahagia Nak. Ibu selalu menyayangi kalian semua. Nak, kau tidak usah bersedih dan tidak usah berusaha mencari ibu kembali karena mungkin ketika kau membaca surat ini, Ibu sudah tidak ada lagi di dunia. Jadi tolong sampaikan salam dan maaf ibu kepada isterimu, dan cucu Ibu.
Salam sayang selalu untukmu Nak.
-Ibu yang selalu mencintaimu-
Setelah membaca surat ini, si anak tak mampu lagi membendung air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya, tepat saat itu, anak pertamanya pun lahir seperti harapan si Ibu. Namun kini semuanya telah terlambat. Air mata si anak tak ada gunanya lagi..
That’s it guys! Itu bentuk retold story nya.. spontan mata gw langsung berkaca-kaca setelah baca tu broadcast message! Gw langsung inget nyokap gw di rumah. Berhubung perjalanan gw belum jauh, gw putusin untuk ga jadi ngaso di CITOS. Gw mau langsung balik ke rumah, mendadak gw jadi kangen banget sama nyokap. Gw mau, apapun yang terjadi, jangan sampe gw kaya tu anak di dalem broadcast message. Ya ALLAH.. i love you so much Mom. I’ll do my best for you. :’)
Pesen Moral nye : Ibu or Mami or Emak or Nyokap or Mama or apalagi lah, adalah orang yg selalu mengusahakan yg terbaik buat anaknya. Kaya cerita di atas, ya ente2 semua ude gede lah yaa, bisa nyimpulin sendiri gimana makna tuh cerita. Ampe akhir hayatnya, walaupun di jahatin sama anak n menantunya, si Ibu tetep berusaha ngasih yg terbaik buat anaknya. Btul ga?
Sampe ketemu di cerita2 gw yg lain ya guys. Keep contact with this blog, owrait? Hehe..
Wassalam..
Cao, Adios, Au Revoir..
hmm kok si anak tetep aja gak lari ke gunung.. kan padahal bisa aja ketemuin ibunya lg.. kan ada bekas mawar?? haduduh..
BalasHapus