Hari
itu tepat 3 hari sejak pertama kami masuk sebuah camp tentara (YONIF) untuk
menjalani masa orientasi sebagai mahasiswa baru. Wajah-wajah itu menjadi sama,
rambut kami sama-sama 0-0-1, warna kulitpun akhirnya sesuai dengan janji pak
komandan…. ‘Yang putih akan menjadi hitam, yang hitam akan lebih hitam, tidak
ada perbedaan antara kita, kalian semua satu!!’ Itulah, yang benar-benar
terjadi…..
Disana
dibuat kelompok-kelompok berdasarkan program study dari masing-masing jurusan.
Dibedakan ada kelompok pria dan kelompok perempuan, karena 1 kelompok akan
menempati bangsal yang sama. Hari pertama adalah hari yang paling melelahkan
bagi kami….
Pukul
4 bangun, langsung kelapangan dengan pakaian olahraga lengkap dengan sepatu.
Senam pemanasan kemudian dilanjutkan dengan lari pagi keliling komplek camp
sambil bernyanyi… Sebuah pengalaman baru buatku. Setelah itu dilanjutkan dengan
istirahat untuk mandi dan beres-beres, dan bagi yang muslim tentu ada waktu
untuk sholat subuh berjama’ah.
Pagi
harinya, ‘pak komandan’ kami memanggilnya, tapi beliau disebut instruktur oleh
para senior kami. Dia berkeliling kebarak-barak kami, melihat apakah tempat
tidur kami sudah tertata dengan rapi? Apakah kondisi barak bersih atau
berserakan sampah. Kalau seandainya ada yang salah, hukuman bukan hanya bagi
personal, tapi untuk kelompok ‘hadiah grup terburuk’ lari memutar lapangan
sambil berteriak ‘kamar kami paling kotor, kami paling jorok!!!’
Hari
pertama, hampir semua kelompok mendapatkan hadiah ini, kecuali beberapa
kelompok wanita. Kemudian makan pagi dengan cara tentara, terlihat unik dan
menyenangkan menurutku. Tidak ada perbedaan, semua harus disiplin, bahkan
sebelum makan ada upacara. Kalau anggota belum lengkap, maka kami harus
menunggu atau mencarinya agar acara makan dapat dimulai. Luar biasa!!!
Makan
pagi hari pertama kami menyebutnya makanan ‘omprengan’, itu dikarenakan tempat
makan kami terbuat dari besi yang sudah dibuat khusus dengan cekungan untuk
tempat nasi, lauk dan sayur. Cara mengambilnyapun unik, setiap kelompok harus
lengkap dan mengantri, setiap ketua kelompok yang membagikan nasi dan lauk
kepada anggotanya agar semua kebagian. Alih-alih semua anggota kekurangan, yang
ada justru kelebihan….. Karena kami mendapat pesan ‘nasi itu adalah rizki,
jangan sampai disia-siakan. Kalau sampai tidak habis maka kalaian akan
mendapatkan hukuman’. Alhasil, mau-tidak mau setiap anggota harus memahami
kondisi temannya. Kalau temannya tidak habis, maka dia harus menghabiskan, dan
begitulah suasana makan setiap harinya tiga kali sehari….. Kami belajar untuk
bekerjasama, senasib sepenanggungan, sama-sama menderita, tapi saling
menguatkan….. Indahnya…
Setelah
itu, pagi sampai siang kami ada sesi materi. Ada materi tentang leadership, ada
tentang kemasyarakatan, dan ada tentang disiplin sebagai warga negara. Yang
paling kusukai adalah ketika salah satu ‘pak komandan’ berkisah mengenai
perjuangannya di tanah timor leste. Dengan (maaf) terpincang-pincang beliau
maju dan menjelaskan betapa mulia tugas para TNI, diujung perbatasan berjuang
mempertahankan kedaulatan, jauh dari keluarga dan nyawa yang jadi taruhan. ‘pincangnya’
beliau adalah salah satu tanda yang beliau dapatkan saat konflik di timor-timur
berlangsung….. Salut untuk para TNI!!!
Sorenya
kami mendapatkan waktu lebih longgar, ada yang menggunakan untuk membalas waktu
tidur yang tersita, ada yang melanjutkan diskusi dengan para ‘instruktur’, ada
juga yang sekedar nongkrong dengan teman-teman dipinggir lapangan…. Hari itu
adalah hari pertama yang berat. Malam harinya setiap kelompok mendapatkan
giliran jaga malam untuk menjaga komplek baraknya, karena kata ‘pak komandan’
nanti tengah malam aka nada sirine atau mungkin nanti aka nada yang ditugaskan
untuk berkeliling dan membangunkan satu barak yang tidak dijaga. Alhasil,
sekali lagi kami belajar untuk menghargai sesama, membagi tugas piket dan harus
siap berjaga, kalau tidak dan terjadi hal yang tidak diinginkan maka satu barak
akan terkena hukuman.
Pada
hari kedua sudah tidak ada grup yang terkena hukuman pagi, semua berjalan
begitu lancar. Bahkan ketika acara makan siang dan malam saat ‘pak komandan’
tidak ditempat, kami melakukan upacara sendiri dan tetap tenang seperti saat
beliau ada. Kami merasakan enaknya bisa merasakan kebersamaan….
Hebatnya,
kami semua menangis pada hari ketiga…. Hari terakhir kami dididik di camp
tersebut. Upacara penutupan berlangsung khidmad, ada yang menangis ketika
mengucapkan salam perpisahan kepada para instruktur, ada yang tidak bisa
berkata-kata dan hanya menggenangkan air matanya dikelopak. Aku heran, aku juga
merasakan hal yang sama…. Padalah kebersamaan kami berlangsung tidak lebih dari
72 jam!!! Tapi begitu terasa udara yang penuh dengan kebersamaan…..
Kami
berpelukan dan meminta maaf…. Kami merasakan sebuah fenomena yang ajaib,
pembentukan karakter disiplin yang singkat itu begitu berkesan bagi kami, meski
kesannya adalah ‘siksaan’ tapi kami menyebutnya ‘kasih sayang’ karena mereka
melakukan ini untuk kami.
Ternyata
‘ketakutan’ akan hukuman adalah awal untuk mendapatkan perubahan karakter,
kemudian ‘pemahaman atau rasa akan manfaat’ adalah hal yang akan menjadi
penjaga karakter yang terbentuk. Dan ‘hadiah’ adalah hal yang akan membuat kita
selalu bersemangat untuk melakukan sesuatu…..
Itulah
sepenggal cerita tentang ‘cara instant merubah karakter’ tentu yang selalu
menjadi poin pertanyaan adalah bagaimana membiasakannya agar karekter itu terus
bertahan……
By. Salman al-Fatih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar